06 Juni 2013

Analisis Pola Jangkauan ke Fasilitas Pelayanan Kesehatan di Kota Depok

1. PENDAHULUAN


1.1. Latar Belakang

Perpindahan manusia dan barang dari satu tempat ke tempat lain selalu melalui jalur-jalur tertentu. Tempat asal dan tempat tujuan dihubungkan satu sama lain dengan suatu jaringan atau network dalam ruang. Jaringan terse but dapat merupakan jaringan jalan di darat, jaringan di laut, atau jaringan di udara dan merupakan bagian dari transportasi.

Transportasi adalah usaha dan kegiatan mengangkut atau membawa barang dan/atau penumpang dari suatu tempat ke tempat lainnya. Setiap bentuk transportasi mempunyai empat unsur pokok transpor yaitu jalan, kendaraan dan alat angkutan, tenaga penggerak, dan terminal. Sedangkan biaya transportasi dipengaruhi oleh volume barang/penumpang dan jarak, namun biaya transporatsi jarang yang bersifat proporsional terhadap jarak. Hal ini disebabkan oleh berbagai alasan, yang utama di antaranya adalah alat atau moda transportasi, apakah itu angkutan kereta api, angkutan truk, angkutan air, angkutan udara, dan sebagainya mengandung unsur biaya tetap yang tidak bersifat variabel terhadap panjang jarak yang ditempuh. Jadi, sesungguhnya biaya total transportasi itu akan semakin tinggi jika jarak yang ditempuh semakin jauh, namun pada dasarnya kenaikan biaya rata-rata tidaklah proporsional dengan jauhnya jarak yang dilalui.

Sementara itu, pemanfaatan fasilitas pelayanan kesehatan merupakan fungsi dari faktor yang memungkinan (pendapatan, jumlah anggota keluarga, pendidikan, dan sebaginya), faktor yang mempengaruhi (pengetahuan, perilaku, dan sebagainya), faktor keterjangkauan (jarak dan atau waktu ke fasilitas pelayanan), dan tingkat kesehatan yang dirasakan. Terkait dengan transportasi, hal ini berarti bahwa cakupan pelayanan kesehatan sangat tergantung pada keterjangkauan (jarak/waktu) masyarakat terhadap suatu fasilitas/sarana pelayanan kesehatan. Penempatan suatu fasilitas pelayanan kesehatan misalnya rumah sakit atau Puskesmas yang tidak tepat yang tidak mendekatkan pada permukinan masyarakat, dan atau ketidakterjangkauan karena keterbatasan transportasi memberikan implikasi pada pemanfaatan fasilitas pelayanan kesehatan oleh masyarakat yang tidak optimal.

Kota Depok sebagai salah satu wilayah penyangga DKI Jakarta, memiliki laju pertumbuhan penduduk yang tinggi. Ini tentunya harus diimbangi dengan tidak saja penyediaan sarana dan prasarana kehidupan yang memadai misalnya pasar, perumahan/permukiman, transportasi, sekolah, sarana pelayanan kesehatan, dan sebagainya, tetapi juga membutuhkan ketepatan lokasi dari sarana dan prasarana tersebut.

Berdasarkan pemikiran tentang lokasi fasilitas pelayanan kesehatan (rumah sakit dan Puskesmas), jaringan jalan, dan perumahan/permukinan itu, sangat menarik bila dilakukan analisis bagaimana sebenarnya pola persebaran fasilitas pelayanan kesehatan di Kota Depok, sehingga pola jangkauan wilayah permukiman ke fasilitas pelayanan kesehatan di Kota Depok dapat diketahui. Selain itu, dengan adanya data jalan dan lokasi fasilitas pelayanan kesehatan, dapat dianalisis tentang biaya transportasi penduduk dari perumahan ke fasilitas pelayanan kesehatan.

1.2. Maksud dan Tujuan

Maksud dari analisis pola jangkauan dan biaya perjalanan ke fasilitas pelayanan kesehatan di kota depok adalah melakukan analisis pola persebaran fasilitas pelayanan kesehatan di Kota Depok, analisis pola jangkauan wilayah permukiman ke fasilitas pelayanan kesehatan di Kota Depok, dan analisis biaya transportasi penduduk dari perumahan atau permukiman menuju fasilitas pelayanan kesehatan.

Sedangkan tujuan dari analisis tersebut adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui pola sebaran fasilitas pelayanan kesehatan di Kota Depok
2. Untuk mengetahui pola jangkauan wilayah permukiman ke fasilitas pelayanan kesehatan di Kota Depok
3. Untuk mengetahui biaya transportasi tiap penduduk dari perumahan atau permukiman menuju fasilitas pelayanan kesehatan.


2. PERMASALAHAN

2.1. Data dan Fakta

Kota Depok memiliki banyak fasilitas/sarana pelayanan kesehatan baik milik pemerintah maupun milik swasta, yaitu 24 buah Puskesmas dan 13 buah rumah sakit. Dari 24 Puskesmas yang ada di Kota Depok, jumlah kunjungan pasien pada tahun 2001 sebanyak 547.981 kunjungan dengan rata-rata kunjungan per Puskesmas per hari adalah 63 kunjungan. Namun bila dilihat rentang rata-rata jumlah kunjungan per hari sangat bervariasi yaitu antara 16 – 187 kunjungan. Puskesmas dengan rata-rata jumlah kunjungan yang sangat rendah antara lain Puskesmas Harjamukti (16), Kemiri Muka (18), Pondok Petir (20), Duren Seribu (22), dan Rangkapan Jaya (28), sedangkan Puskesmas dengan rata-rata jumlah kunjungan yang sangat tinggi antara lain Puskesmas Pancoran Mas (187), Abadi Jaya (154), Sukmajaya (146), Depok Jaya (116), dan Cimanggis (110).

Data tersebut di atas menunjukkan adanya perbedaan yang sangat mencolok rata-rata jumlah kunjungan di antara Puskesmas-Puskesmas di Kota Depok, ada Puskesmas dengan rata-rata jumlah kunjungan pasien perhari banyak sekali dan sebaliknya ada pula Puskesmas dengan rata-rata jumlah kunjungan pasien per hari sedikit. Data jumlah kunjungan dan rata-rata kunjungan per hari pasien puskesmas di kota depok tahun 2001 disajikan pada Lampiran 1.

Variasi distribusi rata-rata jumlah kunjungan pasien tersebut mungkin disebabkan penempatan lokasi Puskesmas yang tidak tepat yang tidak mendekatkan pada permukinan penduduk atau mungkin disebabkan keterbatasan sarana transportasi baik infrastruktur jalan maupun moda transportasinya (kendaraan) dari permukiman ke lokasi Puskesmas, sehingga memberikan implikasi pada pemanfaatan beberapa Puskesmas tidak optimal. Peta jaringan jalan dan sebaran fasilitas pelayanan kesehatan di Kota Depok disajikan pada Lampiran 2.

2.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang pada pendahuluan dan data atau fakta yang ada, berikut ini dirumuskan permasalahan, yaitu: 1. Bagaimana pola sebaran fasilitas pelayanan kesehatan di Kota Depok? 2. Bagaimana pola jangkauan wilayah permukiman ke fasilitas pelayanan kesehatan di Kota Depok? 3. Berapa biaya transportasi tiap penduduk dari perumahan atau permukiman menuju ke fasilitas pelayanan kesehatan?


3. ANALISIS

3.1. Analisis Permasalahan

Untuk menganalisis permasalahan tersebut di atas, berikut ini uraian tentang metode analisis, klasifikasi wilayah, dan pemodelan dengan Sistem Informasi Geografis (SIG).

3.1.1. Metode AnalisisPola sebaran fasilitas pelayanan kesehatan. Metode yang digunakan untuk men-jelaskan pola sebaran fasilitas pelayanan kesehatan (24 Puskesmas dan 13 rumah sakit) di Kota Depok adalah model analisis tetangga terdekat (nearst-neighbour analysis), sehingga dapat diketahui apakah mengelompok (clustered), acak (random), atau seragam (uniform). Analisis tetangga terdekat merupakan pende-katan kuantitatif dengan perhitungan secara matematis yaitu menggunakan fomula:

R=Dobs/Dexp
R = indeks penyebaran tetangga terdekat
Dobs = jarak rata-rata yang diukur antara satu titik dengan titik tetangganya terdekat (dalam kilometer)
Dexp = jarak rata-rata yang diperoleh andaikata semua titik mempunyai pola random (dalam kilometer)

R = 1,00 pola random
R > 1,00 pola uniform
R < 1,00 pola clustered

Pola jangkauan ke fasilitas pelayanan kesehatan. Metode yang digunakan untuk menentukan pola jangkauan wilayah permukiman ke fasilitas pelayanan kesehatan merupakan pendekatan kualitatif yang dilakukan melalui pemodelan SIG yaitu dengan melihat interseksi atau kaitan antara jangkauan suatu fasilitas pelayanan kesehatan terhadap penggunaan tanah untuk permukiman. Jangkauan fasilitas pelayanan kesehatan yang dianalisis dengan penggunaan tanah untuk permukiman adalah jangkauan jarak pelayanan suatu fasilitas pelayanan kesehatan yang digabungkan dengan aksesibilitas jaringan jalannya. Selanjutnya dihitung luas dan persentase dari pola jangkauan fasilitas pelayanan kesehatan yang menyinggung wilayah penggunaan tanah untuk permukiman.

Biaya transportasi ke fasilitas pelayanan kesehatan. Metode yang digunakan untuk menentukan besaran biaya transportasi tiap orang ke fasilitas pelayanan kesehatan adalah dengan overlay antara lokasi suatu fasilitas pelayanan kesehatan dengan faktor aksesibilitas dari suatu fasilitas pelayanan kesehatan, yaitu jarak jangkauan fasilitas pelayanan kesehatan dan jarak ke jalan utama dan arteri. Dengan asumsi bahwa semakin dekat jarak ke fasilitas pelayanan kesehatan dan semakin dekat jarak ke jalan maka besaran biaya transportasi yang dikeluarkan tiap orang akan semakin murah, dan sebaliknya jika semakin jauh jarak ke fasilitas pelayanan kesehatan dan semakin jauh jarak ke jalan maka biaya transportasi yang dikeluarkan akan semakin mahal.

Pemodelan SIG yang dilakukan untuk menganalisis pola jangkauan dan biaya transportasi ke fasilitas pelayanan kesehatan di Kota Depok melibatkan beberapa variabel yaitu:
1. Variabel jaringan jalan (utama dan arteri)
2. Variabel lokasi fasilitas pelayanan kesehatan
3. Variabel permukiman.

Oleh karena itu untuk mendapatkan hasilnya, maka diperlukan data spasial atau peta dijital yang diolah menggunakan software SIG yaitu ArcView GIS 3.3. Data spasial atau peta dijital dimaksud adalah:
1. Peta jaringan jalan utama (ID 31) dan arteri (ID 36)
2. Peta lokasi fasilitas pelayanan kesehatan (Puskesmas dan rumah sakit)
3. Peta penggunaan tanah untuk permukiman
4. Peta administratif Kota Depok.

3.1.2. Klasifikasi Wilayah
Klasifikasi wilayah dalam analisis pola jangkauan wilayah permukiman dan biaya transportasi penduduk ke fasilitas pelayanan kesehatan adalah sebagai berikut:
1. Wilayah sangat dekat, jika masuk dalam wilayah dengan jarak 0-1000 meter dari fasilitas pelayanan kesehatan dan jarak 0-200 meter dari jalan.
2. Wilayah dekat, jika masuk dalam wilayah dengan jarak 1001-2000 meter dari fasilitas pelayanan kesehatan dan jarak 0-200 meter dari jalan, atau jika masuk dalam wilayah dengan jarak 0-1000 meter dari fasilitas pelayanan kesehatan dan jarak 201-500 meter dari jalan.
3. Wilayah sedang, jika masuk dalam wilayah dengan jarak 2001-3000 meter atau lebih dari fasilitas pelayanan kesehatan dan jarak 0-200 meter dari jalan, atau jika masuk dalam wilayah dengan jarak 1001-2000 meter dari fasilitas pelayanan kesehatan dan jarak 201-500 meter dari jalan, atau jika masuk dalam wilayah dengan jarak 0-1000 meter dari fasilitas pelayanan kesehatan dan jarak 501-1000 meter atau lebih dari jalan.
4. Wilayah jauh, jika masuk dalam wilayah dengan jarak 2001-3000 meter atau lebih dari fasilitas pelayanan kesehatan dan jarak 201-500 meter dari jalan, atau jika masuk dalam wilayah dengan jarak 1001-2000 meter dari fasilitas pelayanan kesehatan dan jarak 501-1000 meter atau lebih dari jalan.
5. Wilayah sangat jauh, jika masuk dalam wilayah dengan jarak 2001-3000 meter atau lebih dari fasilitas pelayanan kesehatan dan jarak 501-1000 meter atau lebih dari jalan.

Oleh karena besar biaya transportasi tiap penduduk ke suatu fasilitas pelayanan kesehatan ditentukan oleh faktor aksesibilitas dari suatu fasilitas pelayanan kesehatan, yaitu jarak jangkauan fasilitas pelayanan kesehatan dan jarak ke jalan utama, maka penentuan biaya transportasi didasarkan pada klasifikasi wilayah jangkauan. Besaran biaya transportasi tiap penduduk pada wilayah jangkauan:
sangat dekat diasumsikan sebesar 1.000 rupiah
dekat diasumsikan sebesar 2.000 rupiah
sedang diasumsikan sebesar 3.000 rupiah
jauh diasumsikan sebesar 4.000 rupiah
sangat jauh diasumsikan sebesar 5.000 rupiah

3.1.3. Pemodelan dengan Sistem Informasi Geografis
Berikut ini kerangka pemodelan SIG untuk mengetahui pola jangkauan dan biaya perjalanan ke fasilitas pelayanan kesehatan di Kota Depok. -->
3.1.3. Hasil Analisis

Pola sebaran fasilitas pelayanan kesehatan. Hasil analisis pola sebaran fasilitas pelayanan kesehatan menggunakan model analisis tetangga terdekat (nearst-neighbour analysis) diperoleh nilai R atau indeks penyebaran tetangga terdekat sebesar 0,89. Ini berarti bahwa nilai R < yang hampir mendekati nilai 1,00 maka dapat pula dikatakan bahwa pola sebaran fasilitas pelayanan kesehatan di Kota Depok adalah mengelompok (clustered) tetapi cenderung acak (random).

Pola jangkauan ke fasilitas pelayanan kesehatan. Hasil analisis pola jangkauan wilayah permukiman ke fasilitas pelayanan kesehatan dengan pemodelan SIG (Lampiran 3 dan Lampiran 4) diperoleh persentase luas wilayah permukiman menurut klasifikasi jangkauan ke fasilitas pelayanan kesehatan yaitu:

-->
Klasifikasi Jangkauan ke Fasilitas Pelayanan Kesehatan
Persentase Luas Wilayah Permukiman
Sangat dekat
17,4
Dekat
19,6
Sedang
21,7
Jauh
21,5
Sangat jauh
19,7
Total
100

Hasil analisis pola jangkauan tersebut di atas menunjukkan bahwa wilayah permukiman dengan klasifikasi jangkauan sedang merupakan wilayah yang terluas yaitu sebesar 21,7%, kemudian diikuti wilayah permukiman dengan klasifikasi jangkauan jauh yaitu sebesar 21,5%. Sedangkan wilayah permukiman dengan klasifikasi jangkauan sangat dekat hanya seluas 17,4% dan ini merupakan wilayah terkecil. Hasil analisis pola jangkauan tersebut di atas dapat pula dikatakan bahwa 41,3% wilayah permukiman di Kota Depok dikategorikan wilayah yang jauh (wilayah jauh dan sangat jauh) dari fasilitas pelayanan kesehatan, sedangkan 58,7% wilayah permukiman selebihnya dikategorikan wilayah yang dekat (wilayah sangat dekat, dekat, dan sedang) dari fasilitas pelayanan kesehatan.

Berdasarkan hasil analisis tersebut, kecilnya wilayah permukiman yang mempunyai jangkauan ke fasilitas pelayanan kesehatan yang dekat dan besarnya wilayah permukiman yang mempunyai jangkauan ke fasilitas pelayanan kesehatan yang jauh, mungkin disebabkan perencanaan pembangunan fasilitas pelayanan kesehatan di Kota Depok tidak dilakukan secara tepat yaitu tidak memasukkan faktor aksesibilitas dan lokasi fasilitas pelayanan kesehatan yang akan dibangun sehingga fasilitas pelayanan kesehatan tidak menjangkau permukiman. Hal ini memberikan implikasi pada pemanfaatan beberapa fasilitas pelayanan kesehatan tidak optimal, yang ditunjukkan misalnya oleh variasi distribusi rata-rata jumlah kunjungan pasien tersebut Puskesmas yang sangat tidak merata.

Biaya transportasi ke fasilitas pelayanan kesehatan. Sebagaimana disebutkan di atas bahwa besar biaya transportasi tiap penduduk ke suatu fasilitas pelayanan kesehatan ditentukan oleh faktor aksesibilitas dari suatu fasilitas pelayanan kesehatan, yaitu jarak jangkauan fasilitas pelayanan kesehatan dan jarak ke jalan utama, maka penentuan biaya transportasi didasarkan pada klasifikasi wilayah jangkauan. Semakin dekat jarak ke fasilitas pelayanan kesehatan dan semakin dekat jarak ke jalan maka besaran biaya transportasi yang dikeluarkan tiap orang akan semakin murah, dan sebaliknya. Oleh karena besaran biaya transportasi tiap penduduk pada wilayah jangkauan sangat dekat diasumsikan sebesar 1.000 rupiah, dekat diasumsikan sebesar 2.000 rupiah, sedang diasumsikan sebesar 3.000 rupiah, jauh diasumsikan sebesar 4.000 rupiah, dan sangat jauh diasumsikan sebesar 5.000 rupiah, atau ditunjukkan matriks berikut ini:

-->
Klasifikasi Jangkauan ke Fasilitas Pelayanan Kesehatan
Persentase Luas Wilayah Permukiman
Biaya Transportasi (Rp)
Sangat dekat
17,4
1.000
Dekat
19,6
2.000
Sedang
21,7
3.000
Jauh
21,5
4.000
Sangat jauh
19,7
5.000
Total
100


Maka besar biaya transportasi ke fasilitas pelayanan kesehatan yang dikeluarkan oleh setiap orang yang tinggal di:
§ 17,4% wilayah permukiman (wilayah sangat dekat) sebesar 1.000 rupiah.
§ 19,6% wilayah permukiman (wilayah dekat) sebesar 2.000 rupiah.
§ 21,7% wilayah permukiman (wilayah sedang) sebesar 3.000 rupiah.
§ 21,5% wilayah permukiman (wilayah jauh) sebesar 4.000 rupiah.
§ 19,7% wilayah permukiman (wilayah sangat jauh) sebesar 5.000 rupiah.

3.2. Pemecahan Masalah

Sesungguhnya, kecilnya luas wilayah permukiman yang mempunyai jangkauan ke fasilitas pelayanan kesehatan yang dekat bila dibandingkan dengan luas wilayah permukiman yang mempunyai jangkauan ke fasilitas pelayanan kesehatan yang jauh, merupakan masalah tersendiri yang harus dicari solusinya. Solusi yang mungkin dapat dilakukan antara lain dengan melakukan perencanaan pembangunan fasilitas pelayanan kesehatan yang lebih baik yaitu dengan memasukkan faktor aksesibilitas dan letak fasilitas pelayanan kesehatan yang akan dibangun. Ini berarti lokasi fasilitas pelayanan kesehatan ditempatkan sedekat mungkin dengan permukinan penduduk. Namun bagaimana dengan fasilitas pelayanan kesehatan yang telah dibangun? Solusinya antara lain peningkatan atau penyediaan sarana transportasi baik infrastruktur jalan maupun moda transportasinya (kendaraan) yang lebih baik.

Bagaimanapun, analisis pola jangkauan dan biaya transportasi ke fasilitas pelayanan kesehatan di kota depok ini adalah suatu pre-analisis yang memerlukan analisis lebih lanjut sehingga menyisakan beberapa pertanyaan yang perlu dijawab melalui analisis yang lebih mendalam.

Misalnya, apakah pola sebaran fasilitas pelayanan kesehatan di Kota Depok yang mengelompok (clutered) dan cenderung acak (random) itu sejalan dengan pola sebaran permukiman yang ada? Apakah memang kecilnya luas wilayah permukiman yang mempunyai jangkauan ke fasilitas pelayanan kesehatan yang dekat itu benar-benar disebabkan oleh perencanaan pembangunan fasilitas pelayanan kesehatan yang tidak dilakukan secara tepat yaitu memasukkan faktor aksesibilitas dan letak fasilitas pelayanan kesehatan yang akan dibangun atau mendekatkan pada lokasi permukiman? Atau apakah benar-benar disebabkan oleh keterbatasan sarana transportasi baik infrastruktur jalan maupun moda transportasinya (kendaraan) dari permukiman ke lokasi tersebut? Sangat menarik bila dilakukan pula analisis dengan model kerapatan jaringan jalan untuk menjelaskan derajat aksesibilitas dan konektivitas, dengan menggunakan angka siklomatik, indeks alpha (indeks aksesibilitas), dan indeks betha (indeks konektivitas).

Di samping itu, perlu pula dijelaskan distribusi penduduk berdasarkan geographic area dengan menggunakan rank-size rule, primate city, atau gini concentration ratio & index. Sehingga pola sebaran dan pola jangkuan dapat dijelaskan secara lengkap.


4. KESIMPULAN

Berikut ini kesimpulan berdasarkan hasil analisis pola jangkauan dan biaya transportasi ke fasilitas pelayanan kesehatan di Kota Depok, yaitu:
1. Pola sebaran fasilitas pelayanan kesehatan (Puskesmas dan rumah sakit) di Kota Depok dapat dikategorikan mengelompok (clutered) tetapi cenderung acak (random) dengan nilai R sebesar 0,89
2. 41,3% wilayah permukiman di Kota Depok dikategorikan wilayah yang jauh dari fasilitas pelayanan kesehatan dengan biaya perjalanan fasilitas pelayanan kesehatan tersebut antara 4000-5000 rupiah per orang
3. 58,7% wilayah permukiman di Kota Depok dikategorikan wilayah yang dekat dari fasilitas pelayanan kesehatan dengan biaya perjalanan fasilitas pelayanan kesehatan tersebut antara 1000-3000 rupiah per orang. _______



Bahan Bacaan

Alfandi, Widoyo. 2001. Epistemologi Geografi. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta
Bintarto, R dan Surastopo Hadisumarno. 1987. Metode Analisa Geografi. Edisi ketiga. Penerbit LP3ES, Jakarta.
Bonham-Carter, Graeme. 1994. Geographical Information System for Geoscientists: Modelling With GIS. GF Bonham-Carter, Canada
Cliff, AD & JK Ord. 1981. Spasial Processes, Models & Applications. Pion Limited, London
De Blij, H.J. and Peter O. Muller. 1992. Geography Regions and Concepts. 6th Eds. John Wiley & Sons, Inc., Canada Demeers, Michael N. 1997. Fundamentals of Gegraphy Information System.Jhon Wiley & Sons. USA
Earickson, Robert dan John Harlin. 1994. Geographic Measurement and Quantitative Analysis. Macmillan College Publishing Company, Inc, New York Haggett, Peter. 2001. Geography: A Global Synthesis. Pearson Education, England, 2001
Haring, L Lioyd dan John F. Lounsbury. 1977. Introduction to Scientific Geographic Research. 2nd Ed Wm. C. Brown Company Publisher, Iowa Huggett, Richard. 1980. Modelling in Geography: A Mathematical Approach. Barnes & Noble Books, Totowa, New Jersey
Kamaluddin, Rustian. 2003. Ekonomi Transportasi: Karakteristik, Teori, dan Kebijakan. Ghalia Indonesia, Jakarta Kartono, et al. 1998. Esensi Pembangunan Wilayah dan Penggunaan Tanah Berencana. Jurusan Geografi FMIPA UI, Jakarta.
Keates, JS. 1982. Understanding Maps. Longman, London and New York
Koestoer, Raldy H. 2001. Dimensi Keruangan Kota, Teori dan Kasus. Penerbit UI Press
Laurini, R and Thompson. 1992. Fundamentals of Spatial Information System. Academic Pounds London
Mitchell, Andy. 1999. The ESRI Guide to GIS Analysis, Volume 1: Geographic Patterns & Relationships. Environmental System Research Institute, Inc., California
Pacion, Michael (ed). 1986. Medical Geography: Progress and Prospect. Croom Helm, London UK dan Sidney Australia
Prahasta, Eddy. 2001. Konsep-Konsep Dasar Sistem Informasi Geografis. Informatika. Bandung.
Prahasta, Eddy. 2002. Sistem Informasi Geografis: Tutorial ArcView. Informatika, Bandung Prahasta, Eddy. 2003. Sistem Informasi Geografis: ArcView Lanjut. Informatika, Bandung
Prahasta, Eddy. 2003. Sistem Informasi Geografis: Tool dan Plug-Ins. Informatika, Bandung
Richardson, Harry W. 1977. Dasar-dasar Ilmu Ekonomi Regional. Penterjemah Paul Sitohang. Penerbit Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
Sitorus, Parlin. 1997. Teori Lokasi Industri. Universitas Trisakti, Jakarta
Stilwell, Frank JB. 1992. Understanding Cities & Regions: Spatial Political Economy. Pluto Press, Australia.
Supriatna, et.al. 2003. Analisis dan Aplikasi SIG. Modul Pelatihan Sistem Informasi Geografis. FMIPA UI, Depok
Taaffe, Edward J., Howard L. Gauthier, dan Morton E. O’Kelly. 1996. Geography of Transportation. 2nd Eds. Prentice Hall Inc. New Jersey, USA.
Tarigan, Robinson. 2004. Perencanaan Pembangunan Wilayah. Bumi Aksara. Jakarta

Lampiran 1
Jumlah Kunjungan dan Rata-rata Kunjungan Per Hari Puskesmas di Kota Depok

-->
Puskesmas
Jumlah Kunjungan Pasien Tahun 2001
Rata-rata Jumlah Kunjungan Pasien Per Hari
Pancoran Mas
68122
187
Depok Jaya
42390
116
Rangkapan Jaya
10084
28
Jembatan Serong
23693
65
Beji
20417
56
Tanah Baru
14960
41
Kemiri Muka
6746
18
Sukmajaya
53390
146
Abadi Jaya
56215
154
Bhakti Jaya
12149
33
Villa Pertiwi
16651
46
Kalimulya
9331
26
Sawangan
24851
68
Cinangka
13202
36
Duren Seribu
8038
22
Pondok Petir
7307
20
Limo
27196
75
Grogol
11917
33
Cimanggis
40291
110
Sukatani
22186
61
Harjamukti
5777
16
Tapos
10997
30
Jatijajar
15493
42
Tugu
26578
73

-->
Lampiran 2

Lampiran 3

Lampiran 4